Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh.
Secara sempit,Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
2. BUDAYA ETIKA
Telah disadari kalau diperhatikan betul tentang definisi budaya atau kebudayaan, menurut AL Krober dan C. Kluchkhom tidak kurang dari 160 butir, namun dalam kesempatan ini konsep budaya yang dipergunakan adalah konsep budaya seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat yaitu komplek gagasan, perilaku dan hasil karya manusia yang d ijadikan milik diri dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang di dapat dengan belajar secara terus menerus.
Dari uraiannya tampak jelas bahwa dalam setiap gerak manusia baik secara individu ataupun kelompok dalam hajat hidupnya senantiasa memili ki gagasan atau sistem ide, perilaku atau sistem sosial dan hasil karya atau budaya fisik. Selama semua dipergunakan dalam memenuhi hidupnya dan diperoleh dengan cara belajar terus menerus berarti mereka berbudaya. Pada tataran sistem ide merupakan suatu komplek gagasan yang memang sangat abstrak, namun dapat diketahui oleh orang dengan cara berdialog. Adapun wujudnya berupa adat -istiadat, etika, norma, aturan, undang-undang, hukum. Benang merah yang menyambung antara etika dan budaya sebenarnya terletak pada ruang sistem ide ini. Karena beragam nilai sumbernya memang dari gagasan yang dalam hal ini adalah sistem ide. Semua ini bisa mengendalikan sistem social atau perilaku manusia dalam hidupnya. Berarti bisa diungkapkan apabila manusia itu memiliki suatu etika sudah barang tentu manusia itu berbudaya demikian sebaliknya.
Manusia untuk memahami etika tentu saja melalui suatu proses yang disebut enkulturasi yang dapat diterjemahkan dengan istilah yang lebih sederhana yaitu “pembudayan”. Dalam proses ini seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat-istiadat, norma dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Sejak kecil proses enkulturasi sudah dimulai dalam alam warga sesuatu masyarakat; mula -mula dari orang di dalam lingkungan keluarganya, kemudian dari teman -temannya bermain. Seringkali ia belajar dengan meniru berbagai macam tindakan, setelah perasaan dan nilai budaya yang member motivasi akan tindakan meniru itu telah di internalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkalikali meniru maka tindakannya menjadi suatu pola yang mantap, dan norma yang mengatur tindakkannya “dibudayakan”. Terkadang berbagai norma juga dipelajari seorang individu secara sebagian-sebagian., dengan mendengar berbagai orang dalam l ingkungan pergaulannya pada saat - saat yang berbeda-beda, menyinggung atau membicarakan norma tadi. Tentu juga norma yang diajarkan kepadanya dengan sengaja tidak hanya dalam lingkungan keluarga, dalam pergaulan di luar keluarga, tetapi juga fomal di sekolah. Di samping aturan-aturan masyarakat dan negara yangdiajarkan di sekolah melalui mata pelajaran antara lain; Agama, PPKN, Ketatatanegaraan, ilmu Kewarganegaraan/Kewiraan dan lain -lainnya, juga aturan sopan santun bergaul seperti budi pekerti, tata boga, bahasa daerah yang dapat diajarkan secara formal.
Bisa disebutkan bahwa etika tersebut memang merupakan suatu pengejawantahan dari gagasan yang sebenarnya memberikan rambu -rambu kepada manusia dalam melaksanakan hajad hidup bersama manusia atau kelompok lainnya yang senantiasa harus dipahami. Untuk paham ini belum tentu setiap manusia sebagai individu akan sama dan berakibat ketika dalam pelaksanaan juga membawa hasil tak sama pula.
Ini terjadi karena setiap manusia atau masyarakat mempunyai hak untuk memberikan interpretatif berbeda. Namun demikian, baik itu disadari atau tidak proses internalisasiyang dilanjutkan dengan enkulturasi akan dilakukan oleh masyarakat pendukungnya. Akhirnya suatu sikap juga tampak dalam kehidupan masyarakat sehari -harinya. Berbeda dengan etiket, dalam rangka mensepahamkan istilah ini tentu kita simak lagi perbedaan antara etika dengan etiket. Sering kali dua istilah ini dicampuradukan. Etika seperti tertulis pada halaman depan berarti moral, dan etiket berarti sopan santun. Jika dilihat dari asalusulnya, sebetulnya tidak ada hubungan diantara kedua istilah tersebut. Akan jelas bila dibandingkan dalam Bahasa Inggris yaitu ethics dan etiquette. Bila dipandang menurut artinya, dua istilah ini memang dekat satu sama lain.
Disamping ada perbedaan juga ada persaman. Persamaannya antara etika dan etiket menyangkut perilaku manusia, mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Menurut Bertens (1999:9), menyebut beberapa perbedaan yang sangat penting antara etika dan etiket itu ada empat macam perbedaan. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Artinya etiket menunjukkan cara yang tepat , cara yang diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu. Sedangkan etika tidak terbatas pada cara yang dilakukannya suatu perbuatan; etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh ya atau tidak. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Etika selalu berlaku meskipun tidak ada saksi mata. Etika tidak tergantung pada hadir tidaknya orang lain. Contoh larangan untuk mencuri selalu berlaku, larang hubungan suami isteri yang belum syah selalu berlaku, barang yang dipinjam harus dikembalikan meskipun pemiliknya mungkin sudah lupa. Etiket bersifat relatif, yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan, bi sa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah, sedang etika menyangkut manusia dari segi dalam. Dari uraian itu tampak jelas keterkaitan antara budaya dengan etika, bahwa kebudayan secara utuh merupakan induk munculnya berbagai macam pranata yang dalam hal ini harus dijadikan milik diri manusia dalam rangka hidup bermasyarakat sesuai dengan masing -masing pendukungnya.
3. MENGEMBANGKAN STRUKTUR ETIKA KORPORASI
Struktur etika korporasi yang dimiliki perusahaan sebaiknya disesuaikan dengan kepribadian perusahaan tersebut. Selain itu perlu adanya pengembangan serta evaluasi yang dilakukan perusahaan secara rutin. Pengembangan struktur etika korporasi ini berguna dalam mencapai tujuan perusahaan yang lebih baik dan sesuai dengan norma yang ada.
Selain itu, Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
4. KODE PERILAKU KORPORASI
Pengertian Code of Conduct (Pedoman Perilaku) :
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Code of Conductmerupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis PT. Perkebunan dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.
5. EVALUASI TERHADAP KODE PERILAKU KORPORASI
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Pengaruh etika terhadap budaya
1.Etika Personal dan etika bisnis merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku manajer yang terinternalisasi menjadi perilaku organisasi yang selanjutnya mempengaruhi budaya perusahaan.
2.Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan maka hal tersebut berpotensi menjadi dasar kekuatan persusahaan yang pada gilirannya berpotensi menjadi sarana peningkatan kerja
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar